Masalah Sampah Perkotaan di Indonesia: Dampak, Penyebab, dan Upaya Penanganannya
Masalah Sampah Perkotaan di Indonesia: Dampak, Penyebab, dan Upaya Penanganannya

Masalah sampah menjadi isu besar di banyak kota di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2025, Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah per tahun. Sekitar 60% di antaranya berasal dari kawasan perkotaan. Jakarta, Surabaya, dan Bandung menjadi penyumbang terbesar karena padatnya populasi dan tingginya aktivitas ekonomi.

Urbanisasi yang pesat memperburuk kondisi ini. Produksi sampah meningkat jauh lebih cepat dibanding kapasitas pengelolaan. Di banyak daerah, tempat pembuangan akhir (TPA) sudah penuh dan infrastruktur pengangkutan tidak seimbang dengan volume sampah yang dihasilkan. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah dari sumbernya. Padahal, persoalan sampah tidak hanya merusak pemandangan kota, tetapi juga mengancam kesehatan, ekonomi, dan kualitas lingkungan.

Jenis dan Karakteristik Sampah Perkotaan

Untuk memahami skala persoalan, penting mengetahui jenis-jenis sampah yang mendominasi di wilayah perkotaan. Kedua jenis utama adalah organik dan anorganik, dengan tambahan kategori limbah elektronik (e-waste) yang meningkat dari tahun ke tahun.

1. Sampah Organik dan Anorganik

Sampah organik berasal dari bahan alami seperti sisa makanan dan dedaunan. Bila dikelola dengan benar, jenis ini bisa diolah menjadi pupuk kompos atau biogas. Namun, sebagian besar masih berakhir di TPA tanpa pemrosesan. Sebaliknya, sampah anorganik—terutama plastik, logam, dan kaca—lebih sulit diurai. Plastik dapat bertahan ratusan tahun di alam, menyebabkan polusi jangka panjang yang berdampak besar pada lingkungan.

2. Sampah Plastik dan Elektronik (E-Waste)

Kemajuan teknologi meningkatkan konsumsi barang elektronik dan plastik sekali pakai. Barang elektronik yang tidak terpakai seperti ponsel atau komputer mengandung logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal. Jika tidak dikelola dengan baik, bahan tersebut dapat mencemari air tanah dan merusak ekosistem. Dinas Lingkungan Hidup di berbagai kota seperti DLH Palu mulai mendorong kebijakan khusus untuk pengelolaan e-waste secara bertanggung jawab.

Penyebab Utama Masalah Sampah di Perkotaan

Masalah sampah tidak berdiri sendiri. Ia muncul karena berbagai faktor saling terkait, mulai dari perilaku konsumtif hingga lemahnya sistem pengelolaan.

1. Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Berlebih

Kenaikan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan volume sampah yang signifikan. Gaya hidup instan mendorong penggunaan produk sekali pakai, terutama di kota besar. Setiap individu dapat menghasilkan 0,7–1 kg sampah per hari, sebagian besar berasal dari kemasan plastik dan makanan siap saji.

2. Infrastruktur Pengelolaan yang Tidak Memadai

Sebagian besar kota masih mengandalkan sistem buang-angkut tanpa pengolahan lanjutan. Fasilitas TPS dan TPA sering tidak memenuhi standar, bahkan banyak yang sudah melebihi kapasitas. Dinas Lingkungan Hidup daerah sering kali kekurangan anggaran dan tenaga operasional, sehingga tidak mampu mengimbangi pertumbuhan sampah harian.

3. Rendahnya Kesadaran Masyarakat terhadap Pemilahan

Pemilahan sampah di rumah tangga belum menjadi kebiasaan umum. Banyak warga menganggap pengelolaan sampah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Padahal, perubahan besar justru dimulai dari individu yang sadar memilah dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

4. Lemahnya Penegakan Kebijakan Lingkungan

Meskipun sudah ada regulasi seperti Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, implementasinya masih lemah. Dinas Lingkungan Hidup di tingkat daerah belum maksimal dalam pengawasan dan penegakan aturan. Sanksi terhadap pelanggaran lingkungan pun sering tidak diterapkan secara konsisten.

Dampak Sampah Perkotaan terhadap Lingkungan dan Kehidupan

Masalah Sampah Perkotaan di Indonesia: Dampak, Penyebab, dan Upaya Penanganannya
Masalah Sampah Perkotaan di Indonesia: Dampak, Penyebab, dan Upaya Penanganannya

Masalah sampah berdampak luas pada aspek lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan tata ruang kota. Setiap kategori ini saling berhubungan dan memperburuk satu sama lain.

1. Pencemaran Tanah, Air, dan Udara

Tumpukan sampah di TPA terbuka menghasilkan gas metana yang mempercepat pemanasan global. Cairan lindi dari tumpukan sampah mencemari air tanah dan sungai. Pembakaran sampah secara terbuka juga menimbulkan polusi udara berbahaya yang dapat memicu gangguan pernapasan.

2. Ancaman Kesehatan Masyarakat

Lingkungan yang kotor menjadi sarang penyakit seperti diare dan demam berdarah. Vektor penyakit seperti lalat dan nyamuk berkembang biak dengan cepat di sekitar tumpukan sampah. Warga yang tinggal dekat TPA memiliki risiko kesehatan lebih tinggi akibat paparan udara dan air tercemar.

3. Dampak Ekonomi dan Estetika Kota

Sampah menurunkan kualitas hidup dan mengganggu estetika kota. Kota yang tidak bersih sulit menarik wisatawan maupun investor. Selain itu, biaya pengelolaan dan pembersihan sampah membebani anggaran daerah.

4. Krisis Ruang dan Daya Dukung Lingkungan

TPA di banyak daerah sudah penuh, seperti di Bantar Gebang yang setiap harinya menerima lebih dari 7.000 ton sampah dari Jakarta. Dengan lahan terbatas dan pertumbuhan penduduk tinggi, pengelolaan seperti ini tidak berkelanjutan.

Upaya Penanganan Masalah Sampah Perkotaan

Solusi terhadap persoalan sampah tidak bisa mengandalkan satu pihak. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

1. Kebijakan dan Regulasi Pemerintah

Dinas Lingkungan Hidup di berbagai daerah terus memperkuat kebijakan pengelolaan berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Program nasional seperti Gerakan Indonesia Bersih dan Indonesia Bebas Sampah 2030 menjadi panduan utama. Penguatan pengawasan dan peningkatan kapasitas daerah menjadi langkah penting agar kebijakan tidak hanya berhenti di atas kertas.

2. Inovasi Teknologi Pengelolaan Sampah

Teknologi memainkan peran besar dalam efisiensi pengelolaan sampah. Pembangunan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) mulai diterapkan di kota besar. Selain itu, bank sampah digital membantu warga menukar sampah dengan insentif ekonomi. Inovasi seperti ini memperkuat budaya daur ulang di masyarakat urban.

3. Peran Masyarakat dan Komunitas Lokal

Gerakan warga memiliki dampak signifikan dalam menekan volume sampah. Komunitas seperti Bank Sampah Induk Surabaya dan gerakan Zero Waste mampu mengedukasi ribuan rumah tangga untuk memilah dan mengurangi sampah. Semakin banyak partisipasi warga, semakin ringan beban pengelolaan kota.

4. Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan NGO

Dinas Lingkungan Hidup dapat bermitra dengan perusahaan dalam pengembangan infrastruktur dan pengolahan limbah modern. Sektor swasta dapat mendukung program CSR berfokus lingkungan, sementara NGO menjadi jembatan edukasi masyarakat. Sinergi ini telah terbukti efektif di beberapa kota besar seperti Bandung dan Surabaya.

Strategi Menuju Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Transformasi pengelolaan sampah menuju keberlanjutan membutuhkan pendekatan holistik—menggabungkan kebijakan, teknologi, dan partisipasi publik.

1. Penerapan Ekonomi Sirkular

Konsep ekonomi sirkular menempatkan sampah sebagai sumber daya baru. Perusahaan didorong mendesain produk yang mudah didaur ulang dan menggunakan bahan ramah lingkungan. Dinas Lingkungan Hidup memiliki peran strategis dalam mengawasi penerapan prinsip ini.

2. Perubahan Perilaku Konsumsi dan Gaya Hidup Hijau

Kesadaran masyarakat menjadi faktor kunci. Memilih produk lokal, membawa botol minum sendiri, dan mengurangi penggunaan plastik adalah langkah sederhana dengan dampak besar. Edukasi publik harus dilakukan secara konsisten agar gaya hidup ramah lingkungan menjadi kebiasaan.

3. Penguatan Kebijakan Berbasis Teknologi dan Partisipasi Publik

Kota pintar (smart city) dapat menerapkan sistem digital untuk memantau volume dan distribusi sampah. Teknologi ini membantu pengambilan keputusan cepat dan efisien. Dinas Lingkungan Hidup dapat memanfaatkan data digital untuk mendeteksi area rawan sampah lebih dini.

4. Edukasi Lingkungan Sejak Dini

Kesadaran lingkungan harus ditanamkan sejak sekolah dasar. Anak-anak perlu diajarkan nilai penting kebersihan dan pemilahan sampah. Pendidikan lingkungan adalah investasi jangka panjang dalam menciptakan generasi peduli bumi.

Kesimpulan

Masalah sampah perkotaan di Indonesia mencerminkan kompleksitas sosial dan ekonomi di wilayah urban. Penyebabnya meliputi pertumbuhan penduduk, perilaku konsumtif, lemahnya sistem pengelolaan, hingga kebijakan yang belum optimal. Dampaknya mencakup pencemaran, gangguan kesehatan, dan kerugian ekonomi.

Meski demikian, jalan menuju perubahan tetap terbuka. Dinas Lingkungan Hidup bersama pemerintah daerah dan masyarakat memiliki peran strategis dalam menciptakan sistem pengelolaan yang efisien dan berkelanjutan. Transformasi menuju kota bersih tidak hanya membutuhkan kebijakan, tetapi juga komitmen setiap individu dalam menjaga lingkungan tempat tinggalnya.

Putri Sarah Hayafizah

Penulis di Haysarah.com yang tertarik dengan dunia fashion, pendidikan, dan keuangan. Menulis bagi saya bukan sekadar pekerjaan, tapi cara untuk belajar, berbagi, dan menyampaikan sudut pandang dengan bahasa yang ringan namun bermakna.

Bagikan: